Pandemi Covid-19 telah membawa perekonomian nasional dan global ke arah resesi ekonomi. Hal ini ditandai dengan pertumbuhan ekonomi nasional dan global yang negatif atau kontraksi. Perekonomian nasional sendiri, baru mengalami kontraksi pada triwulan II tahun 2020 dengan pertumbuhan ekonomi -5,3%.
Kontraksi tersebut terutama disebabkan oleh penurunan konsumsi rumah tangga akibat pembatasan sosial untuk mencegah Covid-19, penurunan belanja investasi termasuk untuk pembangunan dan perolehan aset tetap, dan penurunan realisasi belanja pemerintah termasuk belanja barang. Disamping itu, terjadi penurunan perdagangan luar negeri yang cukup tajam. Palung penurunan pertumbuhan ekonomi telah dilalui pada triwulan II, namun Covid-19 masih akan menahan pertumbuhan ekonomi pada triwulan III dan IV. Oleh sebab itu, Pemerintah berupaya untuk meningkatkan performance ekonomi nasional pada triwulan III dan diharapkan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2020 sekitar -0,4% sampai 1%.
Untuk mencapai hal tersebut, Pemerintah melaksanakan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang diharapkan efektif mulai triwulan III. PEN tersebut terdiri dari 3 (tiga) kebijakan utama yaitu peningkatan konsumsi dalam negeri (demand), peningkatan aktivitas dunia usaha (supply) serta menjaga stabilitas ekonomi dan ekpansi moneter. Ketiga kebijakan tersebut harus mendapat dukungan dari Kementerian/Lembaga, pemerintah daerah, BUMN/BUMD, pelaku usaha, dan masyarakat.
Kontribusi UMKM dalam Perekonomian Nasional
Salah satu sektor yang sangat terpukul oleh pandemi Covid-19 adalah Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), yang juga menggerek turunnya perekonomian nasional. Hal ini bisa dipahami karena UMKM mempunyai kontribusi yang sangat besar dalam perekonomian nasional.
Menurut data Kementerian Koperasi, Usaha Keci, dan Menengah (KUKM) tahun 2018, jumlah pelaku UMKM sebanyak 64,2 juta atau 99,99% dari jumlah pelaku usaha di Indonesia. Daya serap tenaga kerja UMKM adalah sebanyak 117 juta pekerja atau 97% dari daya serap tenaga kerja dunia usaha. Sementara itu kontribusi UMKM terhadap perekonomian nasional (PDB) sebesar 61,1%, dan sisanya yaitu 38,9% disumbangkan oleh pelaku usaha besar yang jumlahnya hanya sebesar 5.550 atau 0,01% dari jumlah pelaku usaha.
UMKM tersebut didominasi oleh pelaku usaha mikro yang berjumlah 98,68% dengan daya serap tenaga kerja sekitar 89%. Sementara itu sumbangan usaha mikro terhadap PDB hanya sekitar 37,8%.
Dari data di atas, Indonesia mempunyai potensi basis ekonomi nasional yang kuat karena jumlah UMKM terutama usaha mikro yang sangat banyak dan daya serap tenaga kerja sangat besar. Pemerintah dan pelaku usaha harus menaikkan ‘kelas’ usaha mikro menjadi usaha menengah. Basis usaha ini juga terbukti kuat dalam menghadapi krisis ekonomi. Usaha mikro juga mempunyai perputaran transaksi yang cepat, menggunakan produksi domestik dan bersentuhan dengan kebutuhan primer masyarakat.
Pemerintah menyadari akan potensi UMKM tersebut, oleh sebab itu, beberapa tahun terakhir ini, Pemerintah mengambil kebijakan untuk meningkatkan kapasitas usaha mikro dan kecil agar dapat naik kelas menjadi usaha menengah.
Program Pemulihan Ekonomi untuk UMKM
Salah satu sasaran program PEN adalah menggerakkan UMKM. Untuk itu, Pemerintah mengambil beberapa kebijakan antara lain subsidi bunga pinjaman, restrukturisasi kredit, pemberian jaminan modal kerja dan insentif perpajakan. Adapun dana yang dialokasikan untuk skema tersebut adalah sebesar Rp123,46 triliun.
Subsidi bunga diberikan untuk memperkuat modal UMKM melalui Kredit Usaha Rakyat/KUR (disalurkan oleh perbankan), kredit Ultra Mikro/UMi (disalurkan oleh lembaga keuangan bukan bank) dan penyaluran dana bergulir yang dilaksanakan oleh Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB), Kementerian KUKM.
Pemerintah juga menempatkan dana di perbankan nasional untuk tujuan restrukturisasi kredit UMKM dengan mengalokasi dana sekitar Rp78,78 triliun. Untuk meningkatkan likuiditas UMKM dalam berusaha, Pemerintah juga melakukan penjaminan modal kerja UMKM sampai Rp10 miliar melalui PT. (Persero) Jamkrindo dan Askrindo.
Sementara itu, Pemerintah juga memberikan insentif perpajakan untuk mengurangi beban karyawan UMKM dengan insentif Pajak Penghasilan (PPh Pasal 21) Ditanggung Pemerintah. Untuk pelaku UMKM, diberikan insentif PPh final 0,5% Ditanggung Pemerintah. Wajib pajak UMKM tidak perlu melakukan setoran pajak atas usahanya, dan tidak dilakukan pemotongan atau pemungutan pajak pada saat melakukan pembayaran kepada pelaku UMKM. UMKM juga diberikan insentif PPh pasal 22 Impor.
Sinergi membangun UMKM
Kebijakan di atas dilakukan untuk meningkatkan kemampuan keuangan UMKM yang merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi UMKM selama ini. Terdapat beberapa permasalahan struktural UMKM yang perlu diselesaikan sehingga UMKM dapat berperan lebih dalam perekonomian nasional. Permasalahan tersebut antara lain kualitas dan kontinuitas produksi, akses pemasaran, packaging product, kualitas SDM/pelaku UMKM di bidang manajerial, keuangan dan produksi.
Kunci utama penyelesaian permasalahan tersebut berada pada pemerintah daerah (Kabupaten dan Kota). Pemerintah daerah yang mempunyai wilayah, mengetahui kondisi dan kebutuhan UMKM, serta mempunyai akses langsung dengan UMKM. Dalam menyelesaikan permasalahan tersebut, pemerintah daerah dapat bekerjasama dengan Kementerian/Lembaga terkait, pemerintah provinsi, perguruan tinggi, Bank Indonesia dan lembaga lainnya. Jika pemerintah daerah mau, UMKM akan maju. Dengan demikian akan tercipta fundamental perekonomian nasional yang kuat untuk Indonesia Maju.
Penulis : Edward UP Nainggolan (Kakanwil DJKN Kalimantan Barat)